Penulis: Ryunosuke Akutagawa
Penerjemah: Winarta Adisubrata
Penerbit: @penerbitkpg
Tahun Terbit: 2016
Tebal: 83 hlm.
Bersebab di hari Selasa kemarin berjumpa dengan salah seorang kakak tingkat dan membincang tentang buku seri sastra dunia, maka kali ini saya akan membahas salah satu seri sastra dunia yang berjudul Kappa.
Kesan Setelah Membaca
Sejujurnya, novel dengan halaman yang tak seberapa banyak ini cukup berkesan bagi saya dengan beberapa alasan. Pertama, penulis menggunakan gaya penceritaan berbingkai, di mana seorang dokter rumah sakit jiwa menceritakan apa yang dikisahkan oleh pasien no.23 tentang perjalanannya ke negeri Kappa.
Cerita pun bergulir dengan menggunakan sudut pandang dari pasien nomor 23, yang bahkan sampai akhir cerita tidak diketahui siapa namanya. Penulis berhasil menata alur cerita dengan sedemikian apik, terutama dari segi deskripsi negeri Kappa yang terasa sangat nyata. Seolah-olah pembaca benar-benar diajak berpetualang bersama tokoh "aku" ke negeri Kappa.
Kemudian hal menarik lainnya dari cerita ini adalah hal yang melatarbelakangi ditulisnya novel ini. Penulis novel ini yaitu Akutagawa Ryunosuke selesai menulis novel ini pada 11 Februari 1927, yang mana di tahun yang sama pula ia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya.
Beberapa faktor pendorong ditulisnya novel ini, pertama ialah ketertarikan penulis terhadap makhluk imajiner, Kappa. Kedua adalah terinspirasi dari novelis novelis pujaannya yang menulis novel satir atau sindiran, seperti Pinguin Island oleh France, Erewhon oleh Butler, dan Gulliver‟s Travels oleh Swift. Kemudian yang ketiga ialah respon atau ungkapan perasaan dari penulis itu sendiri terhadap peristiwa yang terjadi di sekitarnya.
Dyah Ekawati Eriolita dan Sri Oemiati, dalam tulisannya yang berjudul "Pandangan Dunia Akutagawa dalam Kappa" mengutip dar buku Beongcheon yang berjudul Akutagawa: an Introduction (1972), mengatakan bahwa:
“Kappa lahir dari perasaan kecewa saya terhadap segala hal, tetapi terutama terhadap diri saya sendiri. Semua berkomplot untuk membuat saya semakin ngeri terhadap diri sendiri.”
Novel ini mengambil latar pada zaman Taisho, dengan mengangkat beberapa tema antara lain: memprotes sistem keluarga di jepang, yaitu sistem ie, agama, hingga emansipasi wanita yang kerap kali berujung pada ketidakadilan terhadap laki-laki, dan masih banyak lagi isu-isu sosial yang disinggung secara satir dalam novel tersebut.
Tak berhenti disitu novel ini juga merupakan gambaran dari kehidupan pribadi penulis, yang dapat kita lihat tercermin pada tokoh-tokoh yang disajikan. Jika pembaca mengetahui bagaimana sejarah kehidupan Akutagawa Ryunosuke, maka akan sangat terasa sekali bagaimana pandangan dan pemikirannya terkait kehidupan yang dijalani, tertuang dalam setiap karya yang telah dihasilkannya. Khususnya novel Kappa ini, yang merupakan karya Akutagawa Ryunosuke di akhir masa hidupnya sebelum kematian datang menghampiri.
Dari semua kesan itu, seusai membaca novel ini saya pun terinspirasi untuk menghasilkan sebuah cerita pendek yang berjudul "Negeri Penyembah Kata". Dengan narasi dan gaya penceritaan yang meniru novel tersebut. Saya cukup puas dengan hasilnya. Walaupun mungkin jauh dari kata bagus, tetapi cerita pendek itu telah saya gunakan untuk memenuhi tugas salah satu mata kuliah dan kemudian saya kirim ke website kotomono.co yang akhirnya diterima.
0 Komentar