Novel Kokoro Karya Natsume Soseki, Kisah Tentang Cinta dan Penyesalan

Identitas Buku

Judul buku: Rahasia Hati
Judul Asli: Kokoro
Penulis: Natsume Soseki
Penerjemah: Hartojo Andangdjaja
Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia (KPG)
Tahun Terbit: 2016
Tebal: 276 hlm
Cover Buku:

Masih dari aplikasi iPusnas, kali ini kita akan membahas sebuah novel sastra klasik dari Jepang yang ditulis oleh seorang sastrawan ternama, yaitu Natsume Soseki.

Natsume Soseki, sebuah nama yang sangat dikenal dalam sastra Jepang. Mengutip dari gpu.id, disebutkan bahwa Natsume Soseki merupakan nama pena dari Natsume Kinnosuke. Ia adalah seorang novelis Jepang, ahli sastra Inggris, serta seorang penulis esai yang hidup di zaman Meiji hingga zaman Taisho. Namanya bahkan sejajar dengan sastrawan besar di zaman Meiji, Mori Ogai.

Natsume Soseki telah banyak melahirkan karya, salah satunya adalah novelnya yang berjudul Kokoro yang terbit pada tahun 1914 dalam bentuk serial di koran Nasional Jepang Asashi Shinbun. Novel ini telah tersedia versi terjemahan bahasa Indonesia, salah satu yang saya baca adalah terbitan Gramedia yang dicetak pada tahun 2016 dengan Hartojo Andangdjaja sebagai penerjemahnya.

Novel Kokoro karya Natsume Soseki ini bercerita tentang persahabatan antara dua lelaki yang tidak disebutkan namanya. Seorang mahasiswa dan lelaki tua misterius yang dipanggilnya ‘Sensei.’ Dihantui oleh rahasia tragis yang membayangi kehidupannya, Sensei perlahan membuka diri kepada pemuda tersebut.

Kokoro yang merupakan judul asli karya Natsume Soseki tersebut diterjemahkan menjadi  “Rahasia Hati” yang mana menurut kebanyakan pembaca sangatlah tepat untuk diterjemahkan demikian. Sebab dalam novel ini memang banyak menyinggung tentang perasaan manusia yang begitu rumit dan kompleks dalam menanggapi suatu hal.

Ketika saya mencari-cari ulasan tentang novel tersebut, saya jumpai ada banyak ulasan menarik, mulai dari pembahasan tentang abstraknya perasaan dan pemikiran seorang pria, renungan di usia senja, perbedaan zaman antara satu generasi dengan generasi lainnya, bahkan sampai ada pula yang meneliti dari segi Psikologi.

Namun bagi saya, hal yang paling melekat dalam benak usai membaca novel tersebut adalah tentang cinta dan penyesalan yang tokoh Sensei alami dalam hidupnya. Bahkan ketika saya menuliskan hal ini, rasa itu masih juga melekat dalam diri saya.

Natsume Soseki benar-benar totalitas dalam menggambarkan perasaan manusia, baik itu rasa kekaguman tokoh Aku kepada Sensei, maupun dilematiknya perasaan dan pemikiran Sensei, serta penyesalan dalam dirinya.

Tidak Ada Siapapun yang Bisa Lepas dari Cinta

Cinta, ketika kita sampai di bagian ketiga yang menceritakan tentang kehidupan Sensei dan segala yang dialaminya, kita akan menjumpai bahwa tokoh Sensei adalah orang yang tidak memiliki kepercayaan pada manusia. Ia menolak untuk menerima perasaan orang lain dan banyak menaruh curiga.

Semua karena ulah pamannya. Sensei pada awalnya adalah seorang anak yang sangat baik dan berbelas kasih pada orang lain. Ia adalah seorang anak yang lahir di keluarga kaya. Namun, karena kematian orang tuanya, ia pun kemudian diserahkan kepada orang yang paling dipercaya di keluarga itu, yaitu sang Paman.

Sensei percaya sepenuhnya pada pamannya. Namun, ternyata semua sikap baik paman dan kerabatnya yang lain hanyalah demi menguasai harta warisan orang tua Sensei. Sebab itulah Sensei tak lagi mempercayai siapapun dan cenderung curiga pada orang lain. “Jika keluarganya sendiri saja tidak bisa ia percaya, apalagi orang asing?” demikianlah yang dipikirkannya.

Namun pada akhirnya, tidak ada satu pun manusia di dunia ini yang dapat lepas dari pesona cinta, begitu pula sosok Sensei. Kewaspadaan dan ketidakpercayaannya pada seluruh manusia di muka bumi, pada akhirnya tetap bertekuk lutut pula di hadapan cinta.

Meski di awal ia nampak enggan untuk mengungkapkan rasanya karena takut akan dimanfaatkan sebagaimana yang dilakukan oleh pamannya. Tak dapat dipungkiri bahwa perasaannya pada tokoh Ojousan sangatlah besar sampai-sampai tak rela mengalah, bahkan pada sahabat dekatnya, K.

–Spoiler Alert–

Butanya Cinta

Kecemburuan tokoh Sensei yang amat besar terhadap sahabat dekatnya yang nampak sangat akrab dengan Ojousan, perempuan yang dicintai Sensei, padahal Senseilah yang jauh lebih awal mengenal Ojousan. Hari-harinya diliputi kegelisahan, takut-takut kalau Ojousan jatuh hati dengan sahabatnya. Sensei bahkan sampai mencurigai sahabatnya itu akan menusuknya dari belakang.

Atas segala kegelisahan dan pikiran negatifnya itu, Sensei pun mengambil langkah sigap dengan meminang Ojousan kepada ibunya. Semua itu dilakukan tanpa sepengetahuan sahabatnya, bahkan ketika hari pernikahan telah dekat sekalipun, Sensei tak juga memberitahukan sahabatnya. Pada akhirnya Sensei sendirilah yang menikung sahabatnya dari belakang.

Tragisnya, sahabatnya justru tahu kabar pernikahan tersebut dari orang lain, yaitu ibu dari Ojousan. Kemudian tak berselang lama, K pun bunuh diri. Sensei yang melihat hal tersebut pun segera menyimpulkan bahwa alasan sahabatnya bunuh diri adalah salahnya yang telah menusuknya dari belakang secara diam-diam.

Sensei merasa bahwa dirinya telah melakukan penghianatan pada sahabat dekatnya. Meski dalam surat terakhir sahabatnya itu disebutkan bahwa alasannya bunuh diri adalah karena tidak bisa memenuhi ekspektasi orang tuanya dan tidak sedikit pun menyinggung perasaan cintanya pada Ojousan, tetapi bagi Sensei rasa-rasanya teramat jelas bahwa sebab sahabatnya bunuh diri adalah karena ulah dirinya.

Rasa cinta yang teramat besar dan menggebu pada Ojousan membuat Sensei tak lagi berpikir jernih, mencurigai sahabatnya, bertindak secara terburu-buru, gegabah, dan berujung pada perbuatannya yang mengecewakan sahabatnya hingga bunuh diri. Memang benar apa kata orang bahwa cinta itu buta, sebab cinta mampu membuat kita melakukan apa saja demi mendapatkannya.

Penyesalan dan Konsekuensi Cinta

Tidak ada yang melarang kita untuk jatuh cinta. Merasakan cinta pada orang lain adalah hal yang wajar dan sah-sah saja. Sebab cinta adalah perasaan alamiah yang timbul dalam diri kita, tak jauh beda dengan perasaan lain seperti marah, kesal, atau sedih. Namun, yang perlu kita pikirkan dan pertimbangkan baik-baik adalah bagaimana mengekspresikan perasaan cinta tersebut.

Sebagaimana marah, kita boleh saja marah kepada seseorang, namun jika kita sampai melukai orang lain karena rasa itu, maka akan ada konsekuensi atas perbuatan tersebut. Demikian pula dengan cinta yang dirasakan oleh Sensei, karena tidak tepat dalam mengekspresikan cintanya pada Ojousan, ia harus menaggung konsekuensi berupa penyesalan seumur hidupnya.

Bahkan di akhir novel itu, kita akan melihat betapa besar dampak dari konsekuensi yang ditanggung tokoh Sensei tersebut, penyesalannya yang mendalam membuatnya mengasingkan diri dari dunia dan membawanya turut pula berakhir bunuh diri untuk menebus rasa sesalnya.

Dalam novel tersebut Natsume Soseki benar-benar sukses untuk menggambarkan rasa penyesalan dalam diri manusia. Bahkan usai membacanya pun, rasa sesak atas penyesalan tokoh Sensei masih terasa pula. Seolah apa yang digambarkan oleh Natsume Soseki benar-benar nyata kita rasakan sendiri.

Posting Komentar

0 Komentar