Tema: Metode Tafsir Tematik
Pemateri: Dr. Ahmad Baidowi, M.Si.
Sumber: Metode Tafsir Tematik - Sekolah Tafsir Maqashidi - PPL IAIN Kudus Program Studi IQt dan Ilmu Hadis
PENGERTIAN TAFSIR
Tafsir berasal dari
akar kata al-fasru. Menurut Ibnu Faris, secara bahasa kata al-fasru merupakan
kata yang menunjukkan penjelasan atas sesuatu. Menurut Ar-Raghib Al-Asfahani,
al-fasru bermakna menyingkap makna atau memperlihatkan makna yang bisa
dirasionalkan. Menurut Ibnu Mandzur, al-fasru adalah penjelasan. Kemudian
tafsir adalah menyingkap lafadz-lafadz yang musykil (sulit dipahami)
Tafsir Al-Quran secara
istilah memiliki definisi yang dikemukakan oleh beberapa ulama. Di antaranya,
yaitu:
1) Az-Zarkasy: ilmu
tafsir adalah ilmu yang digunakan untuk memahami kitab Allah yang diturunkan
kepada Rasulullah Saw. menyingkap maknanya, kemudian mengeluarkan
hukum-hukumnya, hikmah-hikmahnya, dll. Artinya tafsir merupakan ilmu untuk
menyingkap makna, yang kemudian dengan itu dapat mengungkapkan apa isi dari
kitab Al-Quran tersebut, baik itu berisi hikmah, hukum, dan lain sebagainya.
2) Muhammad Thahih Ibn
Asyur: tafsir adalah ilmu yang membahas tentang penyingkapan makna lafal-lafal
Al-Quran dan apa yang dapat diambil faidahnya dari lafal-lafal tersebut, baik
dengan cara yang ringkas maupun panjang lebar.
RAGAM
PENAFSIRAN YANG TERBUKUKAN
Tafsir
Ijmali adalah tafsir yang dilakukan secara global dan
ringkas, di mana mufassir menafsirkan keseluruhan ayat-ayat Al-Quran, tetapi
menafsirkan ayat-ayat tersebut secara global, tanpa terperinci atau tidak
memberikan uraian yang panjang, dan tidak memberikan tambahan apapun di dalam
pembahan terperinci baik dalam al-aqidah maupun fiqh.
Contoh:
Al-Wahidi – Al-Wajiz fi Tafsir al-Kitab al-Aziz, Abu Ubaidah – Majaz Al-Quran,
Al-Mahalli dan Al-Suyuthi – Tafsir Al-Jalalain, Hasanain Makhfuf – Shofwar
al-Bayan li Ma’ani al-Quran.
Tafsir
Tahlili adalah tafsir di mana seorang mufassir menafsirkan
seluruh ayat dan dilakukan analisis yang luas, panjang lebar, dan terperinci.
Bahkan di tengah analisis itu mufassir juga membicarakan berbagai macam tema,
karena Al-Quran pada dasarnya tidak disusun berdasarkan tema melainkan
berdasarkan urutan surat yang di dalamnya dapat berisi beragam tema. Pembahasan
menggunakan ragam tafsir tahlili biasanya memiliki beragam pembahasan, misalnya
terkait berita-berita, qiroat, fiqh, aqidah, dll.
Contoh: Tafsir
Al-Zamakhsyari, Tafsir Al-Nasafi, Tafsir
Ibn Katsir, Tafsir al-Thabari, dll
Tafsir
Muqaran adalah penafsiran di mana seorang mufassir
membandingkan dari berbagai macam mufassir. Biasanya membandingkan mufassir
yang memiliki metode, corak, kecenderungan yang berbeda dalam penafsirannya. Penafsiran
muqarran biasanya digunakan untuk penafsiran yang pendek, sekumpulan ayat, atau
salah satu tema. Oleh karena itu, dengan cara membandingkan tersebut kita dapat
memperoleh informasi berbagai metodologi atau prosedur dari berbagai macam
mufassir.
Tafsir
Maudhui (Tafsir Tematik). Menurut Al-Famawi dijelaskan
bahwa tafsir tematik adalah penafsiran yang dilakukan dengan mengumpulkan
ayat-ayat Al-Quran yang memiliki tujuan yang sama, berada di dalam tema yang
sama, kemudian seorang mufassir mengurutkan ayat-ayat tersebut secara
kronologis.
Kendalanya, tidak semua
ayat Al-Quran memiliki asbabun nuzul, maka tidak semua ayat-ayat Al-Quran itu
dapat kita peroleh asbabun nuzulnya. Maka dari itu, para mufassir modern
cenderung menganjurkan untuk lebih meilhat konteks pewahyuan.
Dalam ragam tafsir
maudhui, mufassir juga memberikan penjelasan terkait dengan makna ayat-ayat
Al-Quran tadi dan mengaitkan dengan ayat-ayat yang lain.
Perbedaan tafsir
maudhui dengan ragam tafsir lainnya ialah berpegang pada penafsiran Al-Quran
secara menyeluruh dari ayat ke ayat, dari surah ke surah, sesuai dengan urutan
mushaf Al-Quran. Sementara tafsir maudhui lebih memperhatikan dan fokus pada
satu tema tertentu, memperhatikan asbabun nuzul ayat, memperhatikan keterangan
dan penjelasan dari bebagai aspek yang membahas hal yang sama.
Oleh karena itu, tafsir
maudhui ini dianggap sebagai metode tafsir yang terbaik karena menafsirkan ayat
Al-Quran dengan ayat Al-Quran yang lain.
Tafsir maudhui dalam
sejarahnya telah ada sejak zaman awal Islam. Hanya saja masih benih dan berbeda
dengan tafsir yang sekarang berkembang.
Misalnya saja
Rasullullah Saw. dalam menafsirkan kata “syirik” dengan kata zulm. Kemudian ada pula ibnu Abbas dalam
mengkompromikan ayat ayat yang nampak bertentangan dalam satu tema yang sama.
Kemudian di abad pertnegahan juga mulai muncul karya spesifik dalam Ulumul
Quran dan tafsir. Ini adalah bentuk awal dari kajian tafsir maudhui.
Sedangkan kajian modern
yang saat ini, berkembang dengan orientasi pemahaman tertentu tetapi tidak
hanya fokus pada mendalami ayat melainkan juga diperkaya dengan perspektif
lain.
TAFSIR
MAUDHI’I DAN TAFSIR MAUDHU’I
URGENSI
TAFSIR MAUDHU’I
1) Dengan tafsir
maudhui kita dapat memperoleh kejelasan tentang tema tertentu. Misal jika
menulis tentang perbudakan, kita dapat mengumpulkan semua ayat tentang
perbudakan, sehingga menjadi jelas apa yang hendak Al-Quran sampaikan terkait
perbudakan. Prinsipnya “sebagian al-Quran menafsirkan sebagian yang lain”
sehingga Al-Quran tidak boleh dipahami secara parsial, agar menjadi jelas.
2) Ayat-ayat Al-Quran
mengenai tema tertentu berada di berbagai tempat. Maka dari itu, penjelasan
secara tematik menjadi penting, sehingga kita dapat mengkaji Al-Quran secara
utuh dan komprehensif.
3) Penjelasan secara
tematik dapat meminimalkan subyektifitas.
4) Menghindari
pandangan bahwa Al-Quran berisi ayat-ayat yang saling bertolak belakang
5) Penjelasan secara
tematik menjadi kebutuhan karena efektivitasnya dan ketuntasannya, sehingga
menjadi guidance yang komprehensif. Mengingat dalam hidup ini kita tidak hanya
mengkaji tafsir saja, melainan juga butuh beraktivitas, dakwah, bermasyarakat,
dll, metode maudhui terbilang efektif untuk membantu dalam memahami ayat
Al-Quran.
RAGAM
TAFSIR TEMATIK
1)
Tafsir Tematik atas Istilah dalam Al-Quran
Fokus kajian pada
istilah atau mufradat dalam Al-Quran. Peneliti melacak istilah/mufradat
tersebut dan turunannya dalam seluruh Al-Quran, kemudian diperhatikan secara
keseluruhan makan dan istilah/mufradat dalam ayat-ayat tersebut. Salah satunya
dapat menggunakan kamus Lisanul Arab. Peneliti
mengeluarkan dalalah dari ayat-ayat tersebut.
Contoh:
2)
Tafsir Tematik atas Tema dalam Al-Quran
Model ini lebih luas
dari penafsiran yang pertama. Pertama-tama, peneliti harus menetapkan tema lalu
melihat ayat-ayat yang berisi tentang tema tersebut. Kemudian memperhatikan
ayat-ayat lain dengan istilah berbeda, tetapi memiliki kedekatan makna dengan
tema tersebut. Penting pula untuk memperhatikan ayat-ayat lain yang berisi
tema-tema berkaitan dan menambah kejelasan. Misalnya saja aspek bahasa, sastra,
balaghah, uslub, dll.
3)
Tafsir Tematik atas Satu surah dalam Al-Quran
Setiap surah dalam
Al-Quran dinilai memiliki satu tema besar yang harus ditelaah, meskipun dalam
satu surah tersebut boleh jadi memiliki tema-tema cabang lain di bawahnya.
Surah tesebut memilii tujuan dan maksud tesendiri, sehingga perlu dilakukan
analisis tematik mengingat surah tesebut memuliki kesatuan tema yang harmonis.
Beberapa ulama
sebelumnya sudah memberikan perhatian tehradap hal ini, misalnya saja
al-Zamahsyari, al-Razt, al-Qummy, Al-Naysabury, Al-Biqai. Adapun mufassir
modern yang mengakui kesatuan tema dalam surah antara lain seperti Rashid Ridha,
Thahih ibn Asyur, Said Hawwa, dll.
TAFSIR
TEMATIK AL-FARMAWI
1) Menetapkan masalah
yang akan dikaji secara tematik
2) Menghimpun ayat-ayat
yang berkaitan dengan tema, baik yang makkiyah maupun madaniyah
3) Menyusun ayat-ayat
tersebut secara kronologis disetai asbabun nuzulnya
4) Mengetahui munasabah
masing-masing ayat dalam setiap surahnya. Penting untuk melihat munasabah antar
ayat, karena ayat Al-Quran tidak berdiri sendiri.
5) Menyusun tema dalam
kerangka pembahasan yang sistematis
6) Melengkapi pembahasan
dengan hadis
7) Mempelajari
keseluruhan ayat secara tematik dan komprehensif
Cara kerja metode
tafsir tematik, perhatikan dahulu hendak mengikuti metodologi siapa. Sebab masing-masing
memiliki cara kerja dan pendekatannya sendiri. Misalnya saja, Hasan Hanafi
dengan pendekatan semantik. Di mana dia melihat pada orientasi makna.
0 Komentar